Islam Agama Ramah Lingkungan Perspektif Ekoteologis

Kerusakan lahan akibat pertambangan timah ilegal di Bangka Belitung

Oleh: Muhammad Badarudin
(Skola Community)

Potret Kondisi Ekologis

Sejak revolusi Industri yang ditandai dangan penemuan mesin uap pada pada 1760an, menjadi titik awal bagi beragam aktivitas ekstraktif dan pengrusakan terhadap alam. Masifnya aktivitas pengrusakan yang dilakukan oleh industry-industri ektraktif telah berdampak pada kian menghangatnya suhu di bumi.

Aktivitas pertambangan, penebangan hutan untuk perkebunan monokultur skala besar hingga industry energi yang menyebabkan pelepasan karbon secara massif ke atmosfer telah memberikan ancaman serius bagi seluruh kehidupan di planet ini. Krisis iklim dan kenaikan suhu bumi merupakan dua istilah yang hari ini makin sering kita dengar dan menjadi isu yang kerap dibicarakan.

Diawal tahun 2023, PBB mengeluarkan laporan terbarunya yang menjelaskan terkait dampak pemanasan global dalam hampir satu dekade terakhir.  Laporan yang bertajuk “ringkasan untuk para pembuat kebijakan” dengan setebal 30 halaman dan ditulis oleh lebih dari 1000 ilmuwan itu berisiskan peringatan keras terhadap kondisi iklim global saat ini. laporan ini ditutup dengan Kesimpulan: “kita harus bertindak sekarang, atau semuanya akan terlambat”. (mediaindonesia.com)

Selanjutnya, laporan IPCC pada tahun 2014 yang mengatakan bahwa suhu rata-rata bumi berada pada 1,2 derajat Celcius diatas tingkat pra-industri. Berdasarkan kondisi saat ini, Bumi akan menghangat hingga suhu 1,6 derajat Celcius. Penelitian ilmiah itu pun menetapkan laju krisis iklim global akan terjadi lebih cepat dari prediksi dan berada pada tingkat yang lebih tinggi dari sebelumnya, termasuk badai tropis dan kenaikan permukaan air laut. (DW.com)

Dampak krisis iklim berupa badai tropis telah mengakibatkan gelombang panas yang terjadi di Amerika Selatan dan Asia Selatan di tahun 2022 yang menyebabkan ratusan orang meninggal dunia. Sementara itu, kenaikan permukaan air laut yang disebabkan pencairan es di kutub mengakibatkan banjir besar di Nigeria, Pakistan dan negara-negara kepulauan termasuk Indonesia.

Kerusakan Lingkungan di Indonesia

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Global Forest Watch, Indonesia merupakan salah satu dari lima negara teratas dunia yang kehilangan banyak area hutan selama dua dekade terakhir. Indonesia kehilangan 9,75 juta hektar hutan primer antara tahun 2002 dan 2020. Selanjutnya  Badan Pusat Statistik mengeluarkan rilis pada tahun 2018, bahwa Indonesia masih memiliki 14.006.450 lahan kritis yang masih belum dipulihkan. (globalforestwatch.org)

Aktivitas ekstraktif yang rakus ruang tersebut juga mengakibatkan meningkatnya situasi konflik antara masyarakat melawan pemilik konsesi.  Berdasarkan publikasi yang dikeluarkan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria, sepanjang periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo (2015—2023) terdapat hampir 3 ribu ledakan konflik agraria di Indonesia, tepatnya sebanyak 2.951 konflik. Ribuan konflik itu berdampak terhadap 1,7 juta kepala keluarga (KK) dan 6,3 juta hektare lahan.(kpa.or.id)

Beragam aktivitas ekstraktif tersebut tidak hanya terjadi pada lanskap daratan, tetapi juga merambat ke wilayah pesisir yang mengakibatkan kerusakan pada Daerah Aliran Sungai, rawa gambut, kawasan mangrove, hingga terumbu karang dan padang lamun yang berperan krusial bagi keseimbangan ekosistem di bumi.

Massifnya kerusakan telah menempatkan bumi pada situasi krisis, dimana bumi tidak mampu lagi menampung beragam kerusakan sehingga menimbulkan beragam bencana ekologis yang mengancam keberlangsungan seluruh kehidupan di planet ini.

Bencana Ekologis di Indonesia

Indonesia sebagai negara kepulauan, tentu tengah mengahadapi ancaman serius krisis iklim. Bencana kekeringan, cuaca ekstrem, puting beliung hingga banjir kerap melanda wilayah ini setiap tahunnya. Narasi tentang “Jakarta tenggelam pada tahun 2030” mungkin tak asing di telinga kita. Hal ini berawal dari pidato Joe Biden, Presiden Amerika dihadapan pemimpin intelijen AS. Dalam penyampaiannya, Biden mengungkapkan bahwa masalah krisis iklim memiliki dampak berbahaya yang sama terhadap semua negara tergantung tingkat kerentanannya. (tempo.co)

BNPB mencatat, selama 10 tahun terakhir terdapat 8.333 bencana banjir yang melanda Indonesia. Puncaknya pada tahun 2020 dengan kejadian sebanyak 1.531 yang mengakibatkan kerusakan materil hingga korban jiwa.

Jika situasi ini tidak segera menemukan solusi, maka sebagian besar wilayah Indonesia akan berada dibawah permukaan laut pada beberapa dekade kedepan. Sementara itu, beragam bencana ekologis lainnya masih terus menghantui masyarakat seperti angin puting beliung, cuaca ekstrem, hingga kekeringan. (goodstats.id)

Beragam ancaman tersebut diperparah dengan fakta bahwa, aktivitas pengrusakan tersebut masih terus dilakukan. Alih fungsi kawasan hutan menjadi infrastruktur, perkebunan, tambak hingga pertambangan dan pembakaran bahan bakar fosil masih terus terjadi.

Pemerintah masih belum serius dalam menjalankan agenda-agenda pemulihan lingkungan dan mitigasi terhadap ancaman serius krisis iklim. Untuk itu perlu dilakukan penyadaran kolektif bagi semua pihak agar bersama-sama menekan laju krisis iklim termasuk dikalangan umat beragama. Sebab jika hal ini terus berlanjut, manusia telah mengantarkan seluruh makhluk kepada fase kemusnahan massal dan ini akan menjadi “dosa kosmik” untuk seluruh umat beragama.

Berangkat dari keresahan tersebut, mengingatkan penulis pada firman Allah SWT dalam al-Quran surat an-Nahl:89 yaitu:

“Dan Kami turunkan padamu al kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunujuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (Q.S. An-Nahl:89)

Dari ayat diatas, Allah menegaskan bahwa untuk menemukan solusi terhadap permasalahan yang sedang dialami, umat ini harus kembali kepada Al-Quran dan sumber ajarannya guna menemukan jawabannya disana.

Namun dalam tulisan ini, kita tidak akan membahas tentang kemungkinan solusi yang ditawarkan oleh kitab suci, namun lebih kepada mengidentifikasi faktor penyebab dan pandangan islam terhadap hal tersebut.

Pandangan Islam

Ketika kita berbicara tentang kerusakan, Al-Quran dengan tegas mengatakan bahwa kerusakan itu ialah ulah tangan manusia dan beragam bencana merupakan akibat dari kerusakan tersebut. Hal ini tertuang dalam Az-Zumar ayat 42 sebagaimana berikut:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S. Az-Zumar:42)

Hal ini mengindikasikan bahwa ungkapan “Dunia sudah tua” atau “Sudah takdir tuhan” yang ditujukan untuk mendeskripsikan terhadap pelarian batin dari beragam kerusakan dan bencana yang terjadi sama sekali tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini diperkuat dengan dalil al-Quran berikut:

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.  (Q.S. Ar-Ra’d:11)

Dari ayat ini semakin terlihat bahwa islam memandatkan kepada umatnya untuk terus berupaya merubah situasi yang menimpanya. Termasuk kondisi yang hari ini mengancam seluruh kehidupan di bumi. Umat islam bahkan diwajibkan untuk ikut terlibat dalam upaya menekan laju krisis serta upaya-upaya lain guna memitigasi dan adaptasi dari ancaman serius kemusnahan massal krisis iklim.

selanjutnya penting untuk kita melakukan proses analisis terhadap penyebab kerusakan dan kekacauan yang terjadi, dan dalam tulisan ini kita akan banyak membedah terkait factor penyebab kerusakan tersebut.

 Jika kita melihat situasi hari ini, kita dapat memahami bahwa sumber dari semua kekacauan ini bermula dari kekeliruan cara pandang manusia terhadap bumi dan sesama makhluk hidup. Manusia hari ini menganut dua cara pandang utama dan berbahaya bagi keberlangsungan kehidupan yaitu 1). sistem sosial-lingkungan antroposen yang bersifat sombong; serta 2). sistem ekonomi kapitalistik yang bersifat serakah dan merusak. Pada tulisan ini kita akan banyak membahas tentang dua cara pandang tersebut serta dampak yang muncul dari keduanya.

Antroposentrisme yang Bersifat Sombong

Jika kita mengacu pada konsep teologis tentang pola hubungan Khalik-makhluk, kita mengenal sebuah piramida yang saling terhubung, dengan hablun minallahi berada di puncak dan hablun min an-naasi serta hablun mina al-‘alami berada diposisi sejajar dibagian bawah piramida.

Hal ini mengindikasikan bahwa islam mengajarkan tentang tidak adanya kelas atau hierarki antara manusia dengan makhluk lainnya. Hanya saja dalam hubungannya dengan sesama makhluk, manusia dianugerahi mandat khalifah yang bertugas sebagai wakil tuhan dengan tanggungjawab menjaga, memelihara, serta mengelola bumi berdasarkan aturan yang dikehendaki Tuhan.

Namun melihat fakta yang terjadi, melalui faham antroposentrisme dan diperparah oleh faham patriarkisme, manusia telah membuat kelas dan hierarki antara pria, wanita dan makhluk hidup lainnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya ketimpangan serius dalam aspek politik, sosial ekonomi yang nantinya mengerucut kepada ketimpangan peran dan penguasaan ruang hidup. Tentu hal ini bertolak belakang dengan konsep hubungan Khalik-makhluk yang telah dijelaskan sebelumnya.

Ketika berbicara tentang sombong (baik individu maupun sebuah sistem) kita disuguhkan cerita tentang kesombongan Iblis pada waktu penciptaan Adam a.s, ketika para malaikat bersujud kepada Adam A.s atas perintah Allah S.W.T sedangkan Iblis menolak untuk tunduk atas perintah itu dengan kesombongan.

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (Q.S. Al-Baqarah : 34)

Dalam ayat ini tergambarkan bagaimana Allah S.W.T tidak dapat mentolelir sifat sombong bagi makhluknya. Hal ini dapat dilihat bagaimana Allah menyikapi iblis ketika ia enggan dan menolak dengan sombong perintahNya untuk bersujud kepada Adam a.s yang kemudian (pada ayat lain) berujung pada pengusiran Iblis oleh Allah S.W.T dari syurga.

Sementara itu, terhadap individu manusia yang memiliki sifat sombong, tuhan memberitakan akan nasib mereka di akhirat yaitu akan dimasukkan kedalam Jahannam yang merupakan tingkatan tertinggi dari neraka dan mereka kekal didalamnya.

(Dikatakan kepada mereka): “Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, sedang kamu kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong.” (Q.S. Al-Mu’min : 76)

Kapitalisme Liberal

Mungkin istilah kapitisme masih terdengar asing dimata umat islam hari ini. Namun ketika kita mengembalikan maknanya kepada al-Quran, tidak ada definisi yang paling mendekati praktik kapitalime liberal dan dampak kerusakannya melebihi apa yang diceritakan dalam cerita tentang Yajuj Majuj yang terkandung dalam al-Quran surat al-Kahf: 94 berikut:

Mereka berkata: “Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?” (Q.S. Al-Kahfi : 94)

Jelas bahwa karakter identik yang dimiliki oleh Yajuj Majuj adalah membuat kerusakan di muka bumi. Tentu hal ini sangat dekat hubungannya dengan sistem ekonomi pertumbuhan dengan ideologi kapitalnya.

Sebuah ideologi ekonomi yang bertujuan menghasilkan untung sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya sehingga menghalalkan segala cara untuk memenuhi tujuan tersebut. Kelompok kapital memandang bumi hanya sekedar penyedia bahan baku dan boleh untuk dikeruk dan diekstrak dengan dalih peningkatan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari uraian pendahuluan dalam tulisan ini bagaimana praktik kapital telah mengakibatkan beragam kerusakan yang menimpa planet ini dan seluruh makhluk didalamnya.

Dalam ayat lain Allah menyinggung terkait ketidaksukaanNya terhadap para pelaku perusak:

“Apabila berpaling (dari engkau atau berkuasa), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi serta merusak tanam-tanaman dan ternak. Allah tidak menyukai kerusakan.” (Q.S. al-Baqarah: 205)

Al-Qurthubi dalam tafsirnya tentang ayat ini menegaskan bahwa pelaku pembuat kerusakan dapat dikategorikan sebagai orang-orang yang zalim. Pada ayat lain (al-Baqarah:11) para pelaku kerusakan dikategorikan sebagai orang munafik yang menolak kebenaran dalam hati mereka.

Jelaslah bahwa kekacauan yang hari ini terjadi dari kerusakan lingkungan hingga krisis iklim dan bencana yang mengikutinya bersumber dari dua sifat manusia yaitu sombong dan serakah yang suka membuat kerusakan di muka bumi. Dan dua sifat ini telah di notice oleh al-Quran agar umatnya segera menginsafi dua sifat ini dari dalam hatinya.

Islam Rahmatan Lil’alamin

Dari paparan diatas, kita telah mengidentifikasi dua faktor utama penyebab krisis lingkungan yang hari ini terjadi. Namun, ketika kita melihat pola antara hubungan umat Islam dengan lingkungannya masih sangat beragam. Ada kelompok umat yang memiliki kepedulian tinggi, sedang dan rendah.

Namun mayoritas masih berada pada poin terakhir. Hal ini mengingat bahwa pandangan islam terhadap lingkungan masih bersifat potensial belum actual.

Untuk menciptakan tatanan umat yang hidup selaras dengan alam, diperlukan suatu upaya penggalian mandat yang terkandung dalam kitab suci dan kemudian menyusunnya menjadi sebuah struktur hukum yang mengikat. Hal ini penting dilakukan agar nilai-nilai lingkungan yang terkandung dalam kitab suci dapat terintegrasi kedalam sendi kehidupan umat. (*)

Pos terkait